JEPARA | MATAMERDEKA.COM – Setiap tanggal 22 Oktober, gema shalawat dan semangat perjuangan para ulama kembali menggema di seluruh penjuru negeri.
Hari Santri Nasional bukan sekadar seremoni atau rutinitas tahunan, tetapi momentum untuk meneguhkan kembali makna perjuangan dan pengabdian kaum santri bagi bangsa.
Ketua DPRD Kabupaten Jepara Dr. Agus Sutisna menegaskan, Hari Santri harus menjadi pengingat sekaligus pemantik semangat bagi generasi muda pesantren untuk tampil sebagai garda terdepan perubahan di tengah dinamika zaman yang terus bergerak cepat.
“Santri hari ini bukan hanya penjaga moral, tapi juga penggerak perubahan sosial. Mereka harus hadir di garis depan pembangunan menjadi agent of change yang membawa nilai Islam rahmatan lil ‘alamin dalam kehidupan modern,” ujar Agus Sutisna.
Dalam gaya tutur yang hangat namun bernas, Agus mengajak seluruh santri untuk menafsirkan ulang makna peringatan Hari Santri bukan sekadar mengenang perjuangan masa lalu, melainkan menjadikannya energi untuk bertindak dan berkontribusi.
“Hari Santri adalah panggilan bagi mereka yang mencintai Allah, mencintai ilmu, dan mencintai tanah air. Sudah waktunya santri berdiri bukan hanya di mimbar, tapi juga di ruang inovasi, pendidikan, dan ekonomi rakyat,” ujarnya.
Agus menekankan, di tengah tantangan era digital dan perubahan sosial, santri memiliki peran ganda: menjaga tradisi sekaligus beradaptasi dengan kemajuan zaman.
Ia menyebut bahwa pesantren telah lama menjadi pusat pembentukan karakter dan moral bangsa modal sosial yang kini dibutuhkan lebih dari sebelumnya.

Santri, Benteng Ideologi dan Persatuan Bangsa
Ketua DPRD Jepara juga menyinggung pentingnya peran santri dalam menjaga keutuhan bangsa.
Dengan pemahaman agama yang mendalam, santri diharapkan menjadi benteng terhadap paham-paham radikal dan intoleran yang berpotensi memecah belah persaudaraan sesama anak bangsa.
“Santri harus menjadi penjaga ideologi Pancasila dari perspektif keagamaan. Mereka punya posisi moral yang kuat untuk mengedukasi masyarakat dengan cara yang damai dan santun,” kata Agus.
Ia juga menekankan bahwa moderasi beragama adalah bagian dari jihad zaman modern jihad tanpa senjata, tetapi dengan ilmu, akhlak, dan keteladanan.
Agus Sutisna menggambarkan santri masa kini sebagai generasi yang lentur: mampu menjaga nilai-nilai spiritualitas sambil aktif di dunia profesional.
Peran mereka, kata Agus, kini meluas bukan hanya dalam bidang keagamaan, tetapi juga di sektor pendidikan, ekonomi, sosial, teknologi, dan pelestarian lingkungan.
“Kita ingin melihat santri yang menjadi guru, pengusaha, inovator teknologi, pegiat sosial, dan penjaga lingkungan. Karena perubahan sejati datang dari mereka yang berilmu dan berakhlak,” pungkasnya.
(Joe)

